Karya: Vania (9A)
Hari ini Rika terlambat masuk sekolah. Ia datang saat upacara hampir dimulai. Tapi, kali ini Rika beruntung. Karena tidak ada satupun guru yang mengetahuinya.
Setelah upacara selesai, Rika menuju ke kamar mandi sebentar sebelum kembali ke kelas. Di kelaspun ia sempat berbincang – bincang dengan teman sebangkunya, Ami. Ami sempat mengeluhkan bahwa dia lupa diberi uang saku oleh orang tuanya.
“Gak pernah ortuku ngasih uang saku buatku. Aku gak boleh jajan sembarangan. Sebagai gantinya, aku dibekali ini…!” kata Ami sambil menunjukkan kotak plastik berisi makanan.
“Kalau ortuku, mana sempat…? Jadi aku harus minta uang saku untuk jajan.” Sahut Rika dengan gemas.
Tak terasa sudah bel istirahat. Seperti biasa, Rika hendak membeli jajanan ke kantin. Ia pun mengambil uang yang biasa ia simpan di dalam tasnya. Dia mencari-cari uangnya di dalam tas, tetapi alangkah terkejutnya, ternyata uangnya tidak ada di dalam tas. Maka, Rika langsung menjerit histeris.
“Ooow…, uangku hilang!… Uangku hilang…!” teriak Rika
“Ada apa Rika? Apa yang hilang…?” Tanya teman-temannya sambil mengerumuninya.
“Uangku di dalam tas hilang! Tadi pagi aku simpan di dalam tas ini. Sekarang lenyap. Ah, aku ingat. Ami tidak diberi uang saku oleh ortunya. Pasti dia yang mencurinya. Yah…pasti Ami!” teriak Rika dengan gusar. Mendengar namanya disebut-sebut, Ami berusaha mengelaknya.
“Hei…Rika, jangan asal nuduh kamu. Mana mungkin aku mengambilnya. Apa buktinya aku telah mengambil uangmu!” teriak Ami lebih keras.
“Pasti Kamu! Kamu kan gak pernah bawa uang! Jadi iri sama aku, karena aku selalu diberi uang ortuku!” sahut Rika
Terjadilah keributan antara Rika dan Ami di kelas itu. Mereka berdua pun disuruh ke ruang BP. Seorang guru BP menanyakan beberapa pertanyaan tentang uang Rika yang hilang kepada mereka. Rika mengaku selalu menyimpan uang di dalam tasnya. Rika berkesimpulan bahwa Ami sebagai pencurinya. Merasa difitnah dan dituduh Ami pun marah dan mengelak bahwa bukan dialah yang telah mengambilnya.
Akhirnya terjadi kesepakatan untuk memeriksa saku dan tas Ami, jika di saku dan tas Ami terdapat uangnya maka Amilah pencurinya. Jika tidak ada uangnya, maka Ami bukanlah pencurinya, dan Rika harus meminta maaf kepada Ami.
Setelah diperiksa, ternyata di saku dan di tas Ami tidak ditemukan uang sepeserpun. Wajar jika mereka tidak menemukannya, karena Ami memang tidak pernah diberi uang saku oleh orang tuanya.
Kali ini, Rika harus meminta maaf kepada Ami dan berhenti menuduhnya sebagai pencuri. Karena jumlah uang yang hilang banyak, termasuk untuk membayar buku, maka guru BP membuat pengumuman, bahwa yang menemukan uang senilai Rp. 60.000,00 harap menyerahkannya kepada guru BP.
Amarah Rika akibat kehilangan uang, perlahan hilang juga. Pada istirahat kedua ia akan ditraktir jajan oleh temannya, Nina. Nina memang anak yang baik hati, sejahat apapun temannya ia tak pernah membalasnya. Begitupun saat mengetahui Rika telah sembarangan menuduh Ami pun, Nina tetap berusaha bersikap baik bahkan mau menolongnya.
Saat Nina berjalan di belakang Rika menuju kantin. Tiba-tiba Nina mengambil sesuatu yang terjatuh di jalan dan diberikannya kepada Rika. Nina mengatakan bahwa itu baru saja terjatuh dari sakunya.
“Rika, tunggu. Ada yang terjatuh dari sakumu. Nih, ambillah!” kata Nina sambil menyerahkan sesuatu kepada Rika.
Rika kaget, ternyata yang terjatuh tadi adalah uang. Setelah dilihat, ternyata uang 50 ribuan seperti uangnya yang hilang.
“Hah. Ini kan uang lima puluh ribu. Lho, inikan uangku. Kok bisa ada di sakuku?” Segera, ia merogoh sakunya. Terdapat uang Rp. 10.000,00 yang tadi jadi satu dengan uang Rp. 50.000,00 masih ada di dalam saku dan juga hampir jatuh dari saku. Ternyata tadi pagi Rika terburu-buru saat berangkat sekolah dan lupa memasukkan uangnya ke dalam tas. Segera ia menyeret Nina untuk mencari Ami. Rika mau minta maaf atas segala kecerobohannya telah menuduh Ami. “Ami…, maafkan aku, Ami…!” gumam Rika sambil menyusuri teras kelas mencari Ami.
Usahanya mencari Ami ternyata sia-sia, karena ia dapat kabar dari temannya, bahwa Ami baru saja dijemput oleh orang tuanya untuk diajak ke Medan. Nenek Ami di Medan meninggal dunia. Orang tua Ami menjemput Ami ke sekolah sekaligus mengurus kepindahan Ami untuk disekolahkan di Medan. Memang sangat mendadak, karena kakeknya di Medan sekarang akan hidup sendirian ditinggal oleh Nenek untuk selamanya. Mereka harus tinggal di Medan untuk mengurus kakeknya yang telah renta.
Begitu mendengar berita itu, lemaslah tulang-tulang Rika. Matanya terbelalak, bibirnya bergetar, jantungnya berdegup kencang seolah petir telah menyambar tubuhnya. Ami telah pergi, padahal ia belum sempat meminta maaf kepadanya. “Amiiiiiiiiiiiiii…..!! Ami maafkan akuu……!” menggema suara Rika. Tubuhnya limbung dan dunia menjadi gelap. Anak-anak gempar, membopong tubuh lunglai ke UKS.